"Bunda...Amel pamit yah...mo keluar," pamitku sembari duduk di tangan kursi tempat Bundaku duduk.
"Mau ke mana ?"
"Amel mau ke rumah Sheza Bunda."
"Untuk apa ?"
"Ada tugas karya ilmiah yang harus diselesaikan karena sudah dikejar deadline."
"Sama siapa aja ?"
"Amel berangkatnya sendirian aja Bunda..nanti kami ketemuan di rumah Sheza. Nanti di sana ada Nanda, Viona, sama Cheryl."
"Alamat rumah sama nomor telepon Sheza sudah dicatat belum ?"
"Ada di buku telepon Bunda, sudah Amel catat."
"Pulang jam berapa ?"
"InsyaAllah sebelum magrib saya sudah balik kok Bunda."
"Baik...hati-hati di jalan yah Nak...begitu tugasnya selesai langsung pulang ke rumah. Kalau ada apa-apa segera nelpon ke rumah !!"
"Iya Bunda...., Amel pamit yah....Assalamualaikum...,"kataku sambil mencium tangan Bunda yang sudah kujadikan sebagai ritual sebelum hendak keluar rumah dan Bunda pasti selalu membalasnya dengan mengecup dahiku.
"Waalaikumsalam...jangan lupa shalat yah !!"
*Mau ke mana ?
**Untuk apa ?
***Sama siapa ?
****Alamatnya di mana ?
*****Nomor teleponnya berapa ?
******Pulang jam berapa ?
Itu adalah pertanyaan-pertanyaan wajib yang harus aku jawab setiap kali aku pamit pergi keluar rumah kecuali untuk ke sekolah atau memang keluarnya bareng dengan ayah bundaku atau dengan kakak laki-lakiku.
Gara-gara salah satu pertanyaan itu juga, hampir semua alamat dan nomor telepon temanku mulai dari SMP hingga teman kantor tercatat rapi di buku telepon rumahku.
Yah aku ingat...semua pertanyaan itu ditanyakan oleh Bunda mulai aku SMP ketika sudah mulai berani keluar rumah sendirian hingga aku sudah bekerja pun masih menjadi pertanyaan rutin oleh Bunda.
Menjawab satu per satu pertanyaan Bunda tidak lantas membuat saya begitu saja dapat mengantongi izin keluar rumah karena kadang ada-ada saja alasan Bunda yang membuat langkahku menjadi skak mat :(
Ada kejadian...aku pamit pengen keluar bersama teman-temanku untuk nonton pertandingan basket tim sekolahku. Saya sudah menjawab semua pertanyaan yang Bunda tanyakan seperti biasa, tetapi akhirnya Bundaku malah bertanya begini, " Kalo kamu gak ikutan nonton bukan berarti tim sekolahmu lantas kalah kan ?"
"Iya Bunda," jawabku
"Berati gak pa-pa dong kalo kamu gak ikutan nonton."
Sebagai anak..tentunya aku sudah tahu pasti makna perkataan Bunda...itu berarti saya gak boleh keluar :(
Bunda selalu punya 1001 kalimat yang membuatku harus mengerti kalau itu adalah sebuah larangan atau tidak boleh aku lakukan.
Secara eksplisit, Bunda memang tidak pernah berkata, " Kamu tidak boleh..." atau "Bunda melarang kamu untuk......" Bunda selalu mencari kalimat sedemikian rupa yang pada akhirnya keputusan apakah itu benar atau salah, boleh atau tidak, bermanfaat atau tidak...terletak di tanganku karena saya yang harus pandai-pandai memilihnya.
Sekali waktu saya pernah protes kenapa kalau kakak laki-lakiku yang mau keluar rumah alurnya gak seketat dengan aku. Bunda hanya menjawab, "kelak suatu saat kau akan merasakan kalau sudah punya anak perempuan. Anak perempuan itu printilannya banyak."
Begitulah Bundaku :)
******************************************************************
Mengingat semua itu kadang aku senyum-senyum sendiri...membuat aku sadar kalau itulah cara Bunda mendidikku. Kini aku mengerti betul kenapa Bunda harus memperlakukan aku seperti itu sebagai anak perempuan tiap kali hendak keluar rumah karena memang printilan anak perempuan itu banyak..penuh dengan kekhawatiran.
"Bunda...Bunda...,"
Lamunanku tiba-tiba dibuyarkan oleh panggilan anak kecil yang setengah berteriak berlari ke arahku.
"Eh..sayang..pelajaran hari ini sudah selesai yah ?"
"Iya, Bunda," kata anak perempuan manis yang keluar dari rahimku lima tahun lalu seraya duduk di pangkuanku.
"Hari ini pelajarannya gimana sayang ? Dapat nilai berapa ? Cerita apa saja yang di dapat dengan teman-temanmu hari ini ?"
Aku mengulang kembali pertanyaan yang selalu Bunda tanyakan kepadaku setiap kali pulang sekolah semasa TK sampai SD :)
*Love U Bunda*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar