Jumat, 08 April 2011

Kita dan Segala Ketakutan

Tulisan ini terinspirasi dari penggalan lagu milik Vierra :
♬♬♬...Aku takut kamu pergi, kamu hilang, kamu sakit...♬♬

Yup...TAKUT...kata yang sudah tidak asing di telinga kita dan mungkin diantara kita, kata tersebut telah tersimpan kuat di pikiran sejak kecil. Entah karena kesalahan atau karena ketidaktahuan para orang tua zaman dulu yang telah sengaja atau tidak menjejalkan berbagai hal yang menggiring pikiran anaknya untuk mau tak mau harus masuk dalam lingkaran ketakutan akibat berbagai sebab. Takut karena gelap, takut kalau nanti jatuh, takut salah, takut ketinggian, dan berbagai ketakutan lainnya yang tidak seberapa penting yang kadang harus terikut dan menyiksa hingga dewasa.

Ketakutan kita yang terdalam bukanlah bahwa kita tidak cakap. Ketakutan kita yang terdalam bukan karena kita lemah. Terang kitalah, bukan kegelapan kita, yang paling membuat kita menjadi takut.
Kita bertanya pada diri sendiri, siapakah diriku hingga layak menjadi pandai, cantik, elok, menawan, berbakat, bahkan menakjubkan ?
Sebenarnya....siapakah diri kita hingga tidak layak ? (Pertanyaan yang sangat-sangat tidak penting)

Kita adalah makhluk mulia ciptaan Tuhan. Mengecilkan diri kita tidak akan berguna bagi dunia. Sikap menciutkan diri agar orang lain tak merasa kurang percaya diri di sekitar kita bukanlah sikap yang mulia. Kita terlahir untuk mewujudkan kemuliaan Tuhan yang ada dalam diri kita. Itu bukan hanya ada dalam sebagian umat manusia, tetapi dalam tiap-tiap manusia.

Saat kita membiarkan terang kita bersinar, secara tak sadar kita telah mengizinkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Saat kita terbebaskan dari ketakutan kita, kehadiran kita dengan sendirinya juga akan membebaskan orang lain.

Sesungguhnya ketakutan terbesar kita adalah takut pada yang telah menciptakan kita, yang menciptakan dunia beserta seluruh isinya, dan yang akan mengambil kita kembali beserta seluruh isi dunia ini juga.
===================================================
From : A Return to Love







Senin, 04 April 2011

Poetry : Dalam Doaku

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit
Yang semalaman tak memejamkan mata
Yang meluas bening siap menerima cahaya pertama
Yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala
Dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa
Yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
Kepada angin yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
Yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis
Yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu
Yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin
Yang turun sangat perlahan dari nun di sana
Bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
Di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku
Yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
Yang entah batasnya yang setia mengusut rahasia demi rahasia
Yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu
Itulah sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu
===================================================
(Supardi Joko Damono, kumpulan sajak "Hujan Bulan Juni" 1989)