Perang Vietnam yang berakhir pada tahun 1975 dengan menewaskan hampir sekitar 58 ribu tentara Amerika dan tiga juta warga Vietnam tidak hanya meninggalkan tanda tanya besar bagi warga Amerika akibat kegagalan yang mereka tunai tetapi juga menyisakan luka mendalam bagi warga sipil Vietnam yang harus menjadi korban putusan dan kebijakan Amerika yang dianggap keliru justru oleh sebagian rakyat Amerika sendiri. Terlepas dari polemik tersebut, terselip satu cerita nyata yang terurai dengan miris oleh seorang serdadu Amerika yang akhirnya berhasil pulang setelah berdansa dengan maut selama perang di Vietnam.
Sebut saja nama serdadu itu adalah Alvin. Begitu dia pulang dari Vietnam dan kembali ke kesatuan asalnya yang bermarkas di San Fransisco segera dia menelpon kedua orang tuanya.
"Papa...mama...saya sudah kembali dari Vietnam. Saya akan kembali pulang ke rumah, tetapi saya tidak sendiri. Saya mempunyai seorang teman dan saya akan mengajaknya pulang bersama dan tinggal di rumah kita".
"Tentu saja boleh sayang dan kami akan senang bertemu dengan temanmu itu", kata orang tua Alvin.
"Tapi Mama...ada satu hal yang perlu Mama dan Papa ketahui tentang temanku itu", ujar Alvin kemudian.
"Apa itu Nak?".
"Temanku itu terluka parah sewaktu kami bertempur di Vietnam. Secara tidak sengaja dia menginjak ranjau dan harus rela kehilangan lengan dan kakinya. Dia tidak punya tempat untuk kembali karena tidak ingin diketahui keadaannya oleh keluarganya dan akhirnya saya mengajaknya untuk tinggal bersama kita".
"Alvin...Mama Papa sangat sedih mendengarnya...mungkin kita dapat membantu temanmu itu dengan mencarikan tempat tinggal".
"Tapi Ma... Alvin ingin dia tinggal bersama kita", pinta Alvin memelas.
"Mungkin kamu tidak sadar dengan apa yang kau minta Alvin", kali ini Papa Alvin yang merespon permintaannya.
"Seseorang yang dalam kondisi cacat tentunya akan merepotkan kita nanti. Keluarga kita punya kehidupan sendiri dan jujur Papa dan Mama tidak ingin karena kehadiran temanmu yang cacat itu mengganggu kita. Lebih baik kamu segera pulang saja dan lupakan temanmu itu. Dia pasti akan menemukan cara untuk hidupnya sendiri", ujar Papa Alvin di ujung gagang telepon.
"Baiklah Papa...Alvin sangat sayang Papa dan Mama", Alvin lalu menutup telepon dan percakapan pun selesai.
===================================================
Satu minggu kemudian, kedua orang tua Alvin mendapat telepon dari kepolisian San Fransisco. Mereka mendapat berita duka bahwa Alvin tewas setelah terjatuh dari sebuah gedung bertingkat. Polisi setempat meyakini bahwa kematian Alvin bukan karena kecelakaan yang tidak sengaja, melainkan lebih ke arah kasus bunuh diri yang disengaja.
Mama dan Papa Alvin yang tentu saja sangat shock mendengar kabar kematian Alvin yang sangat tragis segera terbang ke San Fransisco dan menuju ke rumah sakit tempat mayat Alvin berada. Setiba di rumah sakit, mereka segera dibawa ke kamar mayat guna mengidentifikasi mayat anak mereka.
Orang tua Alvin segera mengenali kalau mayat yang membujur kaku di depan mereka adalah Alvin, tetapi yang membuat mereka menjadi lebih shock dan terkejut lagi adalah ketika mereka juga menemukan sesuatu yang tidak mereka ketahui sebelumnya....ternyata putra kebanggaan mereka meninggal dalam kondisi hanya memiliki satu lengan dan satu kaki.
Mereka segera tersadar bahwa penolakan kehadiran orang cacat yang telah mereka lakukan seminggu lalu adalah terhadap putra mereka sendiri.
Mereka segera tersadar bahwa penolakan kehadiran orang cacat yang telah mereka lakukan seminggu lalu adalah terhadap putra mereka sendiri.
===================================================
Kita tidak dapat menampik bahwa orang tua Alvin mirip dengan kebanyakan dari kita. Kita biasanya dengan mudah menerima atau menyukai orang yang menyenangkan lengkap dengan kesempurnaan yang dimilikinya, tetapi begitu mudah juga kita mampu untuk menolak atau menghindari orang yang menyusahkan atau yang membuat kita tidak nyaman. Kita akan memilih menjauhi orang yang menurut kita tidak sama dengan kita...entah itu karena ketidaksempurnaanya, karena ketidakelokan parasnya, atau karena berbagai sebab lain yang menurut kita hanya akan menyusahkan saja.
Kadang kita butuh kekuatan lebih untuk sanggup menerima orang apa adanya dan membuka hati untuk mampu lebih memahami mereka yang memiliki perbedaan dari kita...terlebih jika orang tersebut adalah orang yang masuk dalam lingkaran cinta kita dan terlibat langsung dalam hidup kita.